"Aku ingin Indonesia dikenal orang, aku ingin dunia tahu
bagaimana rupa orang Indonesia dan melihat bahwa kami bukan ‘bangsa yang
tolol’ seperti orang Belanda berulang-ulang menyebut kami, bukan lagi 'inlader goblok' yang hanya pantas diludahi" - Soekarno
Begitulah yang ditulis Jumali - seorang kawan saya - di chat room facebook hari ini. Entah apa yang sedang dihadapi dan membuatnya sedemikian gusar. Tapi yang jelas apa yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pesannya itu mengingatkan saya akan banyak hal yang terjadi di sekitar kita belakangan ini.


Soekarno ingin meninggalkan pesan kepada kita, bahwa dalam keadaan apapun kita mampu "jaga diri", tidak jual murah lantaran silau melihat hal-hal yang berasal dari luar (barat) dan menganggap kebudayaan mereka dan apapun yang ada di mereka adalah baik. Disini kita dituntut untuk mampu merekonstruksi persepsi kita tentang 'baik' ini terkait dengan dominasi 'pasar citra rasa' sebagai bagian dari perang persepsi yang melekat pada kapitalisme pasar. Percaya diri dan bangga dengan kebudayaan sendiri memang bukan berarti kita terus njotosi orang lain dan mau menang sendiri, tapi ia adalah modal besar untuk kita mampu bangkit dan berkembang, menggali kekayaan yang di dalam, menghidupi anak-anak pertiwi, menghiasinya dengan mimpi-mimpi generasi masa depan dan menjaga sejarah kita untuk tetap mempu bertahan di tengah gerusan global yang bisa jadi karut marut. Tidak ada bangsa besar yang tak berbasis dari budaya yang kuat. ribuan tahun budaya persia menghidupkan Iran seperti saat ini, Begitu juga dengan Jepang, China, India... Karakter yang kuat dari kuatnya suatu bangsa menjaga tradisi dan mampu memproteksinya dari gerusan budaya luar adalah prasyarat bagi bangsa tersebut untuk mampu tampil di khalayak bangsa-bangsa di dunia dengan wajah yang terangkat, dan kita punya sejarah itu. Karenanya kitapun bukan saja harus percaya diri, tapi juga bangga. bangga akan tradisi kita, bangga akan indahnya alam kita, hiterogenitas kita, capaian-capaian sejarah masa lalu kita, makanan kita, cara kita bicara dan keramahan kita, yang iru semua musti mampu kita suguhkan dengan elegan dan untuk diapresiasi dengan layak dan kita terus belajar dalam persinggungan budaya dunia yang lain. Begitulah Saudara. Anda tentu setuju dengan saya karena alasan yang sama, yakni bahwa satu, kita mencintai negeri ini dan kedua, kita bukan lonthe.
* Lodzi Hady, Malang, 3 Agustus 2012
0 comments:
Post a Comment